Tumis Kacang dan Kangkung Anak Kos, Rasa Hotel Bintang Lima

Beda tangan beda rasa. Apakah ini sebuah mitos atau fakta?

Penulis : Imron Supriyadi, Jurnalis di Palembang

PALEMBANG | KabarSriwijaya.NETBagi para penggemar sayuran (vegetarian), dipastikan tumis kacang panjang dan kangkung (Cah Kangkung) akan menjadi sajian lezat saat di meja makan. Tetapi, mengiringi perjalanan saya ke sejumlah warung di emperan jalan di sejumlah kota di Indonesia, nyaris semua rasa dan tampilan masakan ini (tumis kacang dan kangkung), tak selezat dan tampilannya tak seindah di hotel berbintang.

Padahal, tanga  yang memasak sama. Tangan yang memasak sama. Sumber apinya kurang lebih sama. Meski di kampung saya dengan kayu bakar. Sementara di sejumlah warung emperan menggunaan kompor gas. Bahan dan bumbunya sama.

Diantaranta, cabai (sesuai selera), bawang merah, bawang putih, daun salam, jahe setengah ruas, lengkuas setengah ruas, serai setengah potong, gula, garam dan micin, bagi yang suka.

Tak pakai micin atau penyedap rasa, juga tak menganggu selera, bila cara masaknya sesuai prosedur ala master chef. Eh..kok kayak birokrasi…pakai bahasa prosedur. Maksudnya cara masak yang saya dapat dari almarhum ayah dan ibu saya, Abdul Salam dan Alfasanah.

Kisahnya, di tahun 1983, ketika saya masih duduk di bangku kelas III Sekolah Dasar (SD) Muhammadiyah I Desa Sabrangrowo, Borobudur, hampir setiap kali, saya dilibatkan memasak di dapur.

Ayah dan ibu saya, biasanya memasak berbarengan. Sebagai anak tunggal, saya tak mau ketinggalan. Saya selalu ada di dapur, ketika kedua orang tua saya memasak. Entah apa saja saya kerjakan. Biasanya, saya ikut memotong sisa sayuran dengan pisau. Maklum, anak kecil pasti suka ikut-ikutan dengan pekerjaan ayah dan ibunya, seperti saya kala itu.

Namun, kebiasaan saya ikut memotong-motong sisa sayuran ini, di kemudian hari, menarik ayah dan ibu saya untuk memberi tugas ketika kedua orang tua saya memasak.

Ada saja peran yang diberikan kedua tua saya ketika itu. Sejak mengiris bawang merah, bawang putih, sayuran dan lainnya, saya selalu diajari. Bahkan, komposisi potongan sayuran, lauk pauk, seperti memotong daging ayam, tahu, tempe, nyaris tak lepas dari “kawalan” ayah dan ibu saya.

Saya Dipangku Ayah

Sampai-sampai, ketika kemudian semua bumbu masakan, terutama masakan tumis kacang dan kangkung sudah siap di masak, saya diajak duduk bersama di depan tungku dan menyaksikan ayah saya memasak. Kala itu kebiasaan ayah saya, tak segan memangku saya, hingga saya benar-benar melihat langsung proses memasak ala ayah saya di depan tungku.

Tungku adalah alat atau instalasi yang dirancang sebagai tempat pembakaran sehingga bahan bakar dapat digunakan untuk memanaskan sesuatu. Tungku dapat sederhana, tersusun dari batu yang diatur sehingga bahan bakar terlindungi dan panas dapat diarahkan. Namun, kebanyakan tungku dibuat sedemikian rupa sehingga api atau panas yang terbentuk tidak terlalu membahayakan pengguna.

Foto : brilio.net (Ini tungku yang mirip dengan dapur kami di era 80-an, ketika ayah saya memangku saya di depan tungku)

Sebab, di zaman itu (tahun 80-an), keluarga kami belum menggunakan kompor hock apalagi kompor gas. Semua masakan kami masak dengan tungku, dan perapian bersumber dari kayu bakar. Saat itu hingga saat ini, rekam jejak pola menumis kangkung dan kacang ala ayah saya masih melekat hingga sekarang.

Ketakjuban saya, ketika kemudian pola masak ayah saya ini, ternyata (menurut saya) sudah berkelas. Rasanya, tidak kalah dengan masakan hotel bintang lima dan rumah makan mewah.

Melihat tampilan masakan yang sudah terhidang di meja makan, sayuran masih terlihat hijau dan segar. Tidak seperti pada umumnya, baik tumis kacang dan kangkung sudah tampak cokelat dan layu. Akibatnya, hidangan itu tidak mengundang selera makan. Tapi sebaliknya, masakan ala ayah saya, bisa dibilang luar biasa. Baik rasa dan tampilan di meja makan. Orang kenyang pun, bisa kembali berselera, ketika melihat hidangan tumis kacang dan kangkung hasil karya ayah saya.

Dipotong dengan Tangan

Sebagian para ibu, atau anak kos mahasiswa, ketika saya masa kuliah di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Raden Fatah Palembang (tahun 1992), lebih sering memilih memotomg kacang dan kangkung dengan pisau, atau gunting. Kata kawan-kawan, yang sesekali itu memasak, hal itu dilakukan agar mempercepat proses pemotongan sayuran.

Ilustrasi : kompas.com

Tapi bagi ayah saya, hal itu sangat dilarang. Sebab, kata ayah saya, sayuran yang dipotong dengan alat akan berdampak pada rasa dan kelenturan sayuran ketika sudah mulai dimasak. Maka ada istilah “beda tangan beda rasa”. Sebagian orang ini menganggap mitos. Benarkah?

Dikutip dari kompas.com, Chef & Beverage Manager Hotel Grandhika Semarang, Teguh Firmanto mengatakan, beda tangan beda rasa bukanlah mitos bila cara memasaknya menggunakan perasaan atau feeling. Artinya, tidak ada takaran persis untuk setiap bumbu yang digunakan selama memasak. Cara ini biasanya sering dipakai oleh ibu rumah tangga ketika memasak makanan rumahan.

Sebaliknya, beda tangan besa rasa tidak berlaku di dunia yang lebih profesional yang biasanya memiliki standar gramasi atau resep.

“Misalnya, bumbu kuning untuk ayam. Itu bawang putihnya 30 persen, bawang merahnya 40 persen, kemirinya 10 persen, terus kunyitnya 5 persen. Itu membuat rasa itu tetap sama. Jadi, yang dianggap mitos itu jadi benar kalau memasaknya dengan feeling,” jelas Chef Teguh kepada Kompas.com, Jumat (7/12/2024).

Atas dasar itu, setiap kali saya akan menumis kacang dan kangkung, saya menghindari alat tajam untuk memotong sayuran.  Semua saya petik dengan tangan, meski prosesnya akan lebih lama ketimbang menggunakan pisau atau gunting. Tapi, kata ayah saya, sentuhan tangan buatan Tuhan dengan pisau buatan manusia akan sangat “berbeda rasa” bukan dalam lidah tetapi “rasa”dalam kalbu ketika kita hendak memasak.

 Tanpa Air dan Tanpa Ditutup

Satu hal yang terbiasa dilakukan sebagaian para ibu dan anak kos mahasiswa yang suka memasak, ketika menumis kacang dan kangkung akan menuangkan segelas atau dua gelas air, setelah semua sayuran masuk di wajan.

Setelah itu, biasanya masakan diatas perapian itu, baik di kompor atau di tungku, kemudian ditutup rapat, setelah sebelumnya sayuran diaduk-aduk dengan bumbu-bumbu yang sudah ditumis sebelumnya.

Tujuannya agar sayuran cepat lembut. Atau kalau tidak ditutup ibu rumah tangga selalu khawatir kacang dan kangkung tidak akan masak sesuai selera.

Lantas, setelah 10 – 15 menit kemudian, sayuran akan dibalik-balik, dengan tambahan garam atau gula serta penyedap rasa. Setelah lembut, baru kemudian dihidangkan. Rasanya, ya seperti yang pernah anda rasakan di emperan toko dan warung kaki lima. Pasti akan berbeda dengan masakan ala ayah saya.

Kaki lima rasa bintang lima

Salahkah proses itu? Tentu saja, saya tidak kemudian mengharamkan pola memasak seperti itu. Sebab, masing-masing orang punya cara berbeda. Demikian juga saya, punya pola memasak ala ayah saya, yang kemudian saya sebut masakan tumis kacang dan kangkung versi “kaki lima rasa bintang lima”.

Ilustrasi : timenews.co.id

Memasak ala Ayah Saya

Bahan sayur dan bumbunya sama. Saya ulangi : Sayurannya kacang atau kangkung. Bumbunnya ; cabai merah (sesuai selera), bawang merah tiga butir, bawang putih dua butir, daun salam dua lembar, jahe setengah ruas, lengkuas setengah ruas, serai setengah potong, gula, garam  dan micin, bagi yang suka.

Mendahulukan Goreng bawang putih

Mendahulukan menggoreng bawah putih. Satu pola ini, bukan dari ayah saya, tetapi dari isteri saya, Pustrini Hayati, S.Pd.I, yang secara kebetulan dapat ilmu memasak dari salah satu warga Tionghoa, ketika kami sempat bertetangga di Jalan Sersan Sani, Palembang. Tips-nya, kata istri saya, setelah semua bumbu diatas disiapkan, satu bawang putih diris lembut, dan dipisahkan dengan bumbu lainnya.

Setelah minyak di wajan mendidih dan agak berasap, masukkan irisan bawang putih di wajan dan goreng setengah masak. Tujuannya, untuk menciptakan rasa berbeda pada minyak goreng. “Sebab minyak goreng yang akan digunakan untuk menumis, akan bergumul dengan aroma bawang putih, sehingga cita rasa akan lain dari masakan biasa,” ujar isteri saya, suatu ketika.

Baru kemudian, semua bumbu yang sudah disiapkan sebelumnya, masukkan dalam wajan, diaduk bersama gorengan bawang putih setengah masak.

Beberapa menit, (setelah semua bumbu terlihat layu), masukkan potongan kacang panjang atau kangkung, yang sebelumnya sudah dicuci terlebih dahulu.

 Kacang  dan Tangan Melepuh

Aduk-aduk dan dibolak balik balik 3 sampai 5 kali. Pastikan bumbu sudah bercampur dengan kacang panjang atau kangkung. Sekali lagi, kata ayah saya, “tidak perlu dituangi air dan tidak perlu ditutup” saat kita menumis.

“Kacang dan kangkung, saat dimasak sudah pasti akan mengeluarkan air. Biarkan air dari asalnya akan melembutkan sayuran. Tidak juga perlu ditutup. Jangan takut tidak lembut tanpa tutup! Jangankan sayuran, tangan kita saja bisa melepuh kalau di goreng, apalagi sayuran,” kata ayah saya berseloroh.

Air di Ujung Masakan

Dalam beberapa menit, sayuran terus diaduk beberapa kali, dengan tambahan garam, gula, dan penyedap rasa seperlunya. Khusus penyedap rasa tergantung selera. Tanpa penyedap rasa sekalipun, tumis kacang dan kangkung ala ayah saya, tetap punya cita rasa lezat dibandingkan dengan masakan pada umumnya.

Beberapa menit kemudian, pastikan sayuran sudah lembut sudah layak dihidangkan. Caranya, ambil satu potong kacang atau kangkung yang dimasak, dan pijit dengan tangan.

“Jangan pakai sotil, irus atau sendok, tapi pakai tangan. Pakailah dua jari. Ambil dengan jari telunjuk dan ibu jari. Sebab kekuatan tangan, akan mengukur kekuatan kunyahan gigi kita. Tapi kalau pakai irus, sotil atau sendok, tidak akan terukur,” tegas ayah saya mengajari dengan detil.

Air untuk memancing selera

Setelah sayuran dipastikan layak makan, di akhir proses menumis, silakan tuangkan air seperlunya. Saran ayah saya, cukup satu gelas kecil atau setengah gelas. Sebab fungsi air di sini bukan untuk kuah sebagaimana masakan soto, sop atau santan pada sayur lodeh. Tetapi fungsi segelas air, hanya untuk memasak tumisan agar tidak terlalu kering dan menarik selera makan.

 Usai menuangkan air di tumisan, aduk-aduk dua atau tiga kali, dan cicip masakan itu. Hal ini dilakukan, untuk memastikan rasa dan komposisi gula, garam dan penyedap rasa. Sebab ketiganya tidak boleh ada yang berlebih satu sama lain. Satu saja diantara unsur ini (gula, garam dan penyedap rasa) berlebih, dipastikan akan merusak rasa.

Bila sudah yakin rasa tumisan layak hidang, segera mengambil lengser (mangkok besar) atau piring yang sesuai dengan jumlah sayuran yang akan dihidangkan.

Cabai di Potong Bukan di Giling

O, iya, satu lagi hampir lupa. Cabai merah yang diawal untuk bumbu, akan lebih berasa bila diptong-potong secara manual menggunakan pisau, tidak dengan mesin, apalagi di blender. Akan sangat berbeda rasanya, tumisan kacang dan kangkung yang dibumbuhi cabai irisan dan cabai giling. Kalau tidak percaya silakan dicoba dua versi masakan ini. Pasti berbeda!.

Ilustrasi : kompas.com

Kedua, irisan cabai merah, akan membuat artistik tersendiri diatas tumisan kangkung dan kacang pajnag, ketika sudah dihidangkan. Akan sangat berbeda dengan cabai giling atau cabai yang diblender. Tampilanya dipastikan tidak akan seindah tumisan kacang dan kangkung yang menggunakan cabai iris. Satu hal itu juga akan mengundang selera makan.

Silakan mencoba! Itulah pola masakan tumis kacang dan kangkung ala ayah saya ; masakan kaki lima rasa bintag lima. Semoga bermanfaat.**

 Bahan Dasar :

– 1 ikat atau 2 ikat kangkung atau kacang panjang.

Bumbu-Bumbu :

  1. Cabai Merah 4 atau 5 buah
  2. Bawang Merah 3 atau 4 buah/siung
  3. Bawang Putih 3 buah
  4. Bawang Putih 1 buah (diiris terpisah).
  5. Lengkuas 1/2 ruas (digeprek)
  6. Daun Salam 2 lembar
  7. Jahe 1/2 ruas (digeprek)
  8. Serai 1/2 potong (digeprek)

 Cara Memasak :

  1. Cucilah sayuran sebelum dipotong-potong.
  2. Potong-potong sayuran dengan tangan (ukuran kecil).
  3. Siapkan kompor dengan api standar.
  4. Siapkan wajan (ukuran disesuaikan jumlah sayuran).
  5. Tuangkan minyak goreng seperlunya (bisa 4 atau 5 sendok teh)
  6. Pastikan minyak sudah mendidih (bagus lagi sudah berasap).
  7. Masukkan irisan bawang putih yang sudah dipisahkan sebelumnya.
  8. Tumis irisan bawang putih sampai setengah masak dan bau harum.
  9. Masukkan semua bumbu diatas (point 1 s/d 7) kecuali point 4.
  10. Aduk bumbu sampai rata dan bercampur hingga setengah masak.
  11. Masukkan sayuran kacang atau kangkung.
  12. Aduk 4 atau 5 kali, sampai bumbu bercampur.
  13. Masukkan gula, garam dan penyedap rasa seperlunya.
  14. Aduk kembali sayuran hingga layu.
  15. Pastikan sayuran layak makan dengan dua ibu jari.
  16. Tuangkan air 1 gelas teh, sesuai selera.
  17. Cicip untuk memastikan rasa.
  18. Siapkan mangkok atau piring untuk menghidangkan.
  19. Selamat mencoba dan menikmati!

 

Muaradua Kisam, OKU Selatan – 27 Desember 2024

 (ditulis berdasar pengalaman penulis).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *